Rabu, 18 Desember 2019

Catatan Perjalanan ke Kota Sidney




Sudah 3 tahun saya tidak mempublish informasi ke blog pribadi ini, kesibukan yang begitu padat menyita waktu hanya untuk menulis berbagai hal yang seharusnya menjadi memori yang tersimpan untuk dikenang sudah tidak sempat lagi. Ada suatu momentum dimana saya mendapat kepercayaan berangkat tugas ke Family Court Of Australia di Kota Sidney Australia pada tanggal 7 – 14 Desember 2019 bersama rombongan dari Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung RI sebanyak 11 orang (Pak Dirjen Badilag, saya, Pak Yamin Awie, Pak Hamid Pulungan, Pak Chandra Boy Seroza, Pak Amam, Bu Lilik, Bu Tamah, Pak Tarno, dan Om Halim), Pak Wahyu Widiana (AIPJ2), 1 orang dari Bappenas (mas Reza) dan 1 orang dari Kelompok Kerja Perempuan dan Anak MA RI (pak Edi) tentunya bersama isteri pak Dirjen dan isteri saya. Beruntung saya diizinkan pimpinan untuk membawa isteri walaupun semua cost menjadi tanggungan pribadi.


Dalam catatan perjalanan ini, saya tidak menginformasikan kunjungan kerja karena sudah dipublish di website www.badilag.go.id  akan tetapi saya akan mengeksplore suasana kota dan budaya masyarakat di Kota Sidney.
  
Keberangkatan :
Kami berangkat dari Bandara Internasional Soekarno Hata (CGK) pada tanggal 7 Desember 2019 menggunakan Pesawat Garuda (GA 712), mulai take off jam 22.25 WIB dan landing di Bandara Internasional Kingsford Smith Sidney (SYD) jam 09.30 Waktu Sidney tanpa transit. Perjalanan yang sangat panjang menghabiskan waktu 7 jam 5 menit di atas udara. Selama di pesawat kami menikmati dua kali snack dan 1 kali makan, dan dalam pesawat disediakan pula hiburan berupa layar monitor untuk menikmati film-film yang banyak pilihannya, sehingga perjalanan panjang tidak terasa, yang menarik pada saat menjelang sholat subuh karena tidak ada info jadwal sholat maka perkiraan waktu sholat saya hanya melihat kondisi suasana langit yang sudah mengeluarkan cahaya matahari pagi, kemudian tayamum dan sholat subuh (barangkali penting bagi maskapai perjalanan yang panjang untuk menyediakan jadwal sholat seperti ini). Tepat jam 09.30 Waktu Sidney tanggal 8 Desember 2019 kami mendarat di Bandara Internasional Kingsford Sidney, seperti biasa pada penerbangan internasional, saat keluar bandara harus melalui pemeriksaan imigrasi, pemeriksaan di Bandara Sidney sama seperti pemeriksaan di bandara yang pernah saya kunjungi sebelumnya yaitu Singapura, Dubai dan Riyadh. Alhamdulillah periksaan relatif tidak ada masalah sehingga kami dapat keluar bandara tidak terlalu lama.



Suasana Kota Sidney :
Diluar bandara kami sudah dijemput oleh sebuah minibus yang difasilitasi oleh Australia Indonesia Partnership for Justice 2 (AIPJ2) langsung menuju Hotel Vibe di 111 Goulburn St, Sydney NSW 2000, Australia. Perjalanan ke hotel ditempuh sekitar setengah jam. Dari bandara menuju hotel mulai tampak gedung-gedung bertingkat dengan kondisi kota yang tertata rapi dan nyaris tidak ada kemacetan.
Setiba di hotel karena waktu cek in belum sampai, maka kami hanya menitip tas dan barang-barang bawaan kami lainnya, kemudian dengan menyewa 2 minibus menggunakan argo meter, tercatat di argo seharga 26 Dolar Australia per mobil (sekitar Rp250.000 dengan kurs 1 Dolar Aus = Rp.9.800) dari hotel kami menuju gedung opera house dan harbour bridge yang menjadi icon-nya Kota sidney.  Suasana panas terik tetapi terasa dingin dan angin yang sangat kencang, momentum di opera house dan harbour bridge kami manfaatkan untuk mengambil sesi photo dan berselfi ria. Tidak terasa waktu makan siang sudah tiba, nah disini timbul persoalan untuk mencari rumah makan yang tentunya kami semua sangat safety terhadap label ‘halal’, sangat sulit mencari rumah makan khas Indonesia di wilayah opera house, akhirnya kami mampir di gerai Mc Donald menikmati khas kentang goreng dan ayam.  Setelah puas menikmati suasana wilayah gedung opera house dan harbour bridge, kami kembali ke hotel tetapi tidak menggunakan bis melainkan menggunakan moda transportasi Ferry melalui jalur laut. Perjalanan dimulai dari Circular Quay menuju Darling Harbour  dengan rate ticket seharga 7,6 Dolar Australia   per orang. Hal yang tidak boleh dilewati pada saat di atas ferry yaitu mengambil photo dengan latar belakang Opera House dan Suasana Kota-kota di Sidney. Ferry dari Circular Quay menuju Darling Harbour  menghabiskan waktu sekitar 30 menit dan uniknya ferry transit di dua dermaga menurunkan penumpang ya semacam shuttle lah..


Tiba di darling harbour, lagi-lagi kami disuguhkan suasana kota yang nyaman dengan pemandangan nan indah dan tentunya kami manfaatkan untuk mengambil photo lagi dan berselfi ria. Dari Darling harbour kami berjalan kaki menuju Hotel Vibe dengan bantuan google map sambil menikmati suasana Kota Sidney, waktu tempuh jalan kaki sekitar 10 sampai 20 menit.
Selanjutnya kami masuk kamar hotel sekitar jam 5 sore untuk istirahat sejenak. Coba searching jadwal sholat di Kota Sidney ternyata sholat maghribnya jam 20.00 malam. Setelah sholat kami kembali mencari rumah makan Indonesia dengan menyusuri jalan-jalan yang masih ramai banyak orang lalu lalang. Pertama ketemu Rumah Makan 'Medan Ciak' (maaf tapi tidak recomended bagi kita umat Islam/karena ada yang tidak boleh dimakan disana), terus kami menyusuri jalan akhirnya ketemu rumah makan Shalom di  shop 3/4 /299 Sussex St, Sydney NSW 2000, Australia. Setelah kami pastikan halal dengan melihat stiker halal di kaca restoran yang diterbitkan oleh semacam MUI setempat, akhirnya kami masuk dan makan malam. Catatannya bersyukur kita yang tinggal di Indonesia, semua menu makanan di shalom harganya 15 – 20 dolar Australia. Bisa dibayangkan harga sepiring ketoprak di Indonesia berkisar 10-20 ribu, tetapi di Shalom harganya sekitar 15 Dolar (coba di kurskan 1 dolar Australia = Rp.9.800). Akan tetapi mau tidak mau ya harus makan, mungkin tingkat pendapatan masyarakat Kota Sidney sudah tinggi ya ?. Hari-hari berikutnya Shalom ini menjadi menu makan malam kami, sekali mencoba restoran lain yang berhadapan dengan Shalom yaitu Pendopo Express di Shop 8/352 Sussex St, Sydney NSW 2000, Australia, tetapi mayoritas kami menyatakan persoalan menu lebih baik rumah makan sebelumnya.


Suhu Udara Kota Sidney :
Siang hari terasa sejuk sekitar 19-20 derajat lah, malam hari lebih terasa dingin. Anginnya kencang sekali, kami semua merasa kedinginan karena salah info kata om halim Sidney lagi musim panas tetapi ternyata dingin, sehingga kami tidak membawa jaket hangat. Anehnya warga lain yang lalu lalang berjalan kaki terlihat hampir semuanya memakai busana musim panas terutama para kaum wanitanya... (saya tidak akan ceritakan disini ya...) kalau gak percaya datang aja ke Sidney... hahahahah

Budaya Masyarakat Kota Sidney :
Setiap hari baik siang maupun malam, mayoritas warga Kota Sidney lalu lalang dengan berjalan kaki dan sangat tertib sama seperti budaya warga Kota Singapura, saya membayangkan kapan Indonesia bisa seperti ini. Disetiap penyeberangan jalan disediakan trafick light bagi pejalan kaki untuk penyeberangan, semuanya tertib pada saat lampu masih menunjukkan merah semua belum menyeberang jalan walaupun lalu lintas kendaraan tidak begitu ramai. Kamipun menyesuaikan dengan ikut berbaris rapih menyeberangi setiap jalan di Kota Sidney dengan budaya setempat.
Disepanjang jalan dengan gedung-gedung bertingkat terlalu banyak cafe-cafe tempat nongkrong dan banyak pula tempat massage dan pub. Sehingga terlihat meriah dimalam hari. 
Berdasarkan pengamatan, yang menghuni Kota Sidney mayoritas dari Asia seperti China, Philipina, Thailand dan sangat sedikit dijumpai warga-warga dari eropa (entahlah mungkin mereka berbisnis atau sekolah bahkan mungkin sedang berlibur).
Walaupun disetiap gedung tertempel stiker No Smoking,  tetapi merokok di Sidney tidak terlalu ketat, terlihat banyak orang berdiri di sepanjang gedung dengan merokok bahkan sambil berjalan banyak yang merokok (bagi perokok yang akan ke Kota Sidney tidak usah khawatir...)


Belanja di Kota Sidney :
Ini yang tidak boleh terlupakan, paling tidak kami sepakat untuk berburu oleh-oleh khas Kota Sidney. Untuk barang-barang branded banyak tersedia di mall besar seperti World Square, Westfield, dan Queen Victoria Building. Namun sebagian kami memilih tempat sesuai dengan budget, ketemulah tempat belanja semacam Tanah Abang lah.. kalau di Jakarta, yaitu Paddys Market di 9-13 Hay St, Sydney NSW 2000, Australia. Uniknya tempat ini hanya buka hari Rabu sampai Minggu saja dari jam 10.00 sampai jam 18.00 waktu setempat. Dan ternyata kios-kios yang kami kunjungi hampir semuanya dihuni oleh Warga Asia (sepertinya dari China) dan  ada juga dihuni oleh Warga Indonesia. Saya dan isteri melihat-lihat souvenir khas sidney dan mengambil beberapa t-shirt, kata isteri saya oleh-oleh untuk kerabat.
Paddys market sangat recomended untuk berburu oleh-oleh, karena murah meriah pake banget....  dan bisa ditawar.


Komunikasi :
Tidak terlalu sulit berkomunikasi di Sidney, dengan modal bahasa inggris pas-pasan semuanya lancar dari bertanya, menjawab pertanyaan sampai menawar belanja pun bisa. Kenapa ? karena bahasa inggris yang digunakan di Sidney adalah bahasa inggris sehari-hari sementara lawan komunikasipun rata-rata warga Asia.

Untuk komunikasi menggunakan telphon, sebelum berangkat saya mengisi paket data Rp.250.000 dan selama disana cukup untuk berkomunikasi voice lewat WA dan komunikasi via chat. Tapi jangan khawatir di hotel disediakan wifi gratis yang juga cukup untuk berkomunikasi. 

Destinasi di Kota Sidney :
1.        Vibe Hotel)****
Hotelnya asri di pusat kota Sidney, dengan budget 153 sampai 163 Dolar Australia (Rp1.500.000 – Rp. 1.600.000) kita sudah dapat menginap permalam. Mau kemana-kemana dekat, hanya saja bagi kita warga Indonesia ada masalah di menu breakfast disitu tidak bakalan ketemu nasi, bubur ayam, apalagi lontong sayur. Yang ada adalah menu-menu eropa, seperti salad, roti. Dan apa yang terjadi terpaksa setiap pagi saya hanya sarapan sepotong roti dan segelas kopi panas.

2.        Opera House
Adalah gedung yang dibangun 2 maret 1959 yang merupakan pusat seni pertunjukan di Kota Sidney, tetapi kami tidak sampai menonton pertunjukannya, kami disana hanya untuk berphoto ria, sangat menakjubkan pemandangannya dengan latar harbour bridge.

3.        Darling Harbour
Merupakan destinasi yang juga wajib dikunjungi, ini adalah semacam taman kota dan juga tersedia mall dan cafe-cafe tempat berkumpulnya warga untuk melepas lelah, disinipun kami photo-photo.

4.        The Sidney Tower Eye
Tower dengan ketinggian 309 meter ini terletak di Central Business Distric (CBD) westfield. Untuk naik Tower kami dikenakan tarif 30  dolar Australia perorang. Sebelum naik kepuncak kami disuguhkan film 4 dimensi di ruang teater dengan durasi sekitar 10 menit. Dari puncak tower kami bisa melihat Kota Sidney dari segala arah.

5.        Masjid King Faisal
Bagi umat Islam, tidak usah khawatir, dekat dengan hotel kami menginap terdapat Masjid 'King Faisal' berjarak sekitar 500 meter dengan berjalan kaki sekitar 5 – 8 menit. Letak masjid ini di 175-177 Commonwealth St, Surry Hills NSW 2010, Australia.


Walaupun kami ada di Sidney cukup lama (6 hari) karena memang sedang tugas dan jadwalnya padat setiap hari dari jam 9.00 sampai jam 16.00, sisa waktu setelah jam 16.00 sampai jam 22 dimanfaatkan untuk mengunjungi destinasi di atas yang dapat kami kunjungi, kecuali dihari pertama kedatangan bisa leluasa sampai malam keliling Kota Sidney. Tetapi kesan kota Sidney tidak terlupakan begitu asri dan sehat, karena kebiasaan warganya berjalan kaki menyusuri sepanjang jalan Kota Sidney. 
  
Balik Ke Indonesia :
Tugas selesai,  destinasi sudah, akhirnya sabtu 14 desember 2019 jam 09.30 kami meninggalkan hotel menuju Bandara Internasional Kingsford Smith dengan armada minibus sama waktu kami dijemput.
Tiba di Bandara, karena barang bawaan kami banyak (bawaan berangkat ditambah masing-masing bawa oleh-oleh), jangan kaget pada saat mengambil troli akan dikenakan tarif dengan cara memasukkan koin ke mesin baru kunci troli terbuka dan bisa diambil trolinya, waduh saya lupa berpa ya harganya sekitar 2 atau 5 dolar gitu. Pada saat cek in, tersedia mesin self cek in tetapi karena kami rombongan akhirnya oleh petugas kami diarahkan ke counter cek in manual, dan alhamdulillah kehawatiran over bagasi tidak terjadi sehingga semua barang masuk bagasi tanpa tambahan biaya.
Masuk keruang tunggu melalui prosedur pemeriksaan imigrasi dan semuanya aman, kami di ruang tunggu sekitar 2 jam, karena penerbangan kami ke Indonesia menggunakan maskapai Qantas (QF41) take off jam 13.50 waktu setempat. Ruang tunggu Bandara sangat nyaman, tersedia tempat berbelanja, saya tergoda juga untuk membeli 1 helai t-shirt seharga 30 Dolar Australia... hahahahah. Sambil menunggu boarding saya mencoba kursi pijat dengan memasukkan koin 2 dolar Australia selama 10 menit, lumayan buat melapas lelah.

 
Tepat jam 13.50 kami take off direct menuju Jakarta, sama seperti berangkat waktu tempuh perjalanan sekitar 7 jam 40 menit. Dalam pesawat disediakan 2 kali snack dan 1 kali makan, bedanya media hiburannya di masing-masing kursi disediakan monitor tablet (kalau di Garuda kan monitornya nempel di kursi). Jam 17.30 kami landing di Bandara Internasional Soekarno Hatta, keluar bandara melalaui prosedur pemeriksaan imigrasi dan menunggu pengambilan bagasi.
Akhirnya, jam 20.00 saya tiba di rumah dengan menyisakan lelah tetapi menyenangkan.


Kesimpulan:
Suasana Kota Sidney tidak pernah mati layak untuk destinasi wisata, tips sebelum berangkat :
a.Cari tau kondisi iklim di sana agar kita bisa persiapkan segala sesuatunya.
b.Jika berjalan-jalan di kota sidney jangan lupa selalu membawa paspor.
c. Berlatih bahasa inggris keperluan sehari-hari.
d.Siapkan paket data secukupnya untuk berkomunikasi melalui telepon.



Terima kasih, mudah-mudahan selalu diberi kesehatan dan berkesempatan berbagi lagi dilain tempat dan dilain kesempatan. (ahid).

Latihan Berbuat Baik (Model Implementasi 4M)

  Sejatinya manusia terlahir dalam keadaan suci dan bersih tanpa noda, hal ini sejalan dengan hadits nabi Kullu Mauludin Yuladu ‘alal Fitroh...