Senin, 19 Desember 2011

TUGAS KULIAH KELOMPOK I


URGENSI ADMINSTRASI PERKARA DI PENGADILAN


Makalah Ini Dibuat Untuk Memenuhi Nilai Tugas Kelompok
kepaniteraan












 DISUSUN OLEH :
1.      Amaludin                                     ( 0921030001 )
2.      Annisa Dwi Sartika                     ( 0921030002 )

3.      Yuli Rahmawati                          ( 0921030032 )

4.      Muhammad Nur Rahman         ( 102130085 )




Semester         : V (lima)






JURUSAN MUAMALAH FAKULTAS SYARIAH



INSTITUT AGAMA ISLAM  NEGERI (IAIN) RADEN INTAN


LAMPUNG
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
            Alhamdullah, puji syukur bagi Allah SWT, berkata rahmat dan nikmat-Nya serta hidayah dan inayah-Nya kami dapat menyelesaikan penyusunan Tugas makalah yang sederhana ini. Dalam mata kuliah “Kepaniteraan”, yang membahas mengenai “Urgensi Administrasi Perkara di Pengadilan”. Pada prodi Mu’amalah semester V(Lima) Institut Agama Islam Negeri Raden Inatan Bandar Lampung.
            Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari kesempurnaan, sehubungan dengan hal tersebut maka kami mengharapakan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca, guna kesempurnaan tugas kami.
            Atas selesainya tugas ini kami  menyampaikan rasa terima kasih yang setulus-tulusnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan baik moral ataupun materil. Semoga amal baik yang telah diberikan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Akhir kata kami berharap semoga tugas ini dapat bermanfaat bagi para pihak yang membaca, terima kasih.
Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
                                                                 Bandar lampung, 28 Nopember 2011

                                                    
                                     Penulis
DAFTAR ISI


Halaman Judul                                                                                              1
Kata Pengantar                                                                                             2
Daftar Isi                                                                                                        3

BAB I          PENDAHULUAN                                                                   4
BAB II       KERANGKA TEORITIS                                                        8
BAB III     ANALISIS
1.      Pola Prosedur Penerimaan Perkara Pengadilan Agama                     12
2.     Urgensi Perkara di Pengadilan                                               25
BAB IV   PENUTUP                                                            
1.     Kesimpulan                                                                             29
2.     Kritik dan Saran                                                            29
                                                    


BAB I
PENDAHULUAN
Tuntutan reformasi yang berlangsung di negeri kita, juga telah merambah di bidang hukum. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 yang selama ini dianggap sakral dan dikeramatkan, tak luput dari jamahan reformasi. Undang-Undang Dasar Tahun 1945 ter-sebut telah mengalami empat kali amandemen/perubahan sampai saat ini. Pada aman-demen ke tiga, pasal 24 UUD 1945 diamandir sehingga menjadi dua ayat, disamping ditambahkan tiga pasal baru yang diberi angka 24 A, 24 B, dan 24 C. Pasal 24 ayat (2) berbunyi: „Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan badan peradilan yang berada di bawahnya dalam lingkungan peradilan umum, lingkungan peradilan agama, lingkungan peradilan militer, lingkungan peradilan tata usaha negara, dan oleh sebuah Mahkamah Konstitusi. Amandemen UUD 1945 tersebut di atas, sebagaimana disebut dalam pasal 24 (2), telah menaikkan landasan hukum seluruh lingkungan peradilan, termasuk badan peradilan agama dari undang-undang menjadi undang-undang dasar. Dengan demikian jaminan existensi badan peradilan agama secara yuridis semakin kokoh. Reformasi hukum juga telah merambah dunia peradilan dengan diterapkannya sistem baru di dunia peradilan, yakni memisahkan kekuasaan peradilan (yudikatif) dari kekuasaan eksekutif. Dalam dunia ketataanegaran hal ini sering disebut sebagai separation of power dalam teori trias politica, sedangkan istilah yang sering dipakai dalam dunia peradilan adalah system satu atap (one roof system). Disebut satu atap karena kini seluruh badan peradilan yang ada, baik judisial maupun finansial, administrasi dan organisai, semuanya disatukan di bawah kendali Mahkamah Agung R.I.
Era baru tersebut bagi badan peradilan agama dimulai sejak tanggal 30 Juni 2004 berdasarkan pasal 2 ayat (2) Keputusan Presiden R.I. No. 21 Tahun 2004 tentang „Pengalihan Organisasi, Administrasi dan Finansial di Lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara, dan Peradilan Agama ke Mahkamah Agung jo. pasal 13 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman. Penyatuan seluruh lembaga peradilan ke dalam Mahkamah Agung tersebut, sudah barang tentu salah satu sebabnya adalah karena masyarakat mengharapkan agar seluruh badan peradilan dapat meningkatkan kinerjanya dalam menegakkan hukum dan keadilan serta mampu menunjukkan citranya yang mandiri, bersih, berwibawa dan dihormati. Sebagaimana selalu kita ingat, bahwa semenjak diundangkannya UU.No. 7 Tashun 1989, badan peradilan agama di Indonesia secara ilmiah dapatlah disebut sebagai badan peradilan yang sesungguhnya, tidak lagi disebut sebagai badan peradilan semu. Ciri dari suatu badan peradilan yang sesungguhnya adalah: mempunyai hukum acara sendiri, adanya administrasi peradilan yang tertib dan mampu mengeksekusi putusannya sendiri. Ketentuan terhadap ketiga hal tersebut ada dalam Undang-Undang No.7 Tahun 1989 tersebut di atas yang kini telah diubah dan ditambah dengan UU> No. 3 Tahun 2006.. Dalam upaya menegakkan hukum dan keadilan serta agar mampu menunjukkan citranya yang mandiri, bersih, berwibawa dan dihormati tersebut, dalam kerangka pelayanan hukum kepada masyarakat luas, diperlukan peningkatan pembinaan seluruh personel atau aparat peradilan agar dapat bekerja secara lebih professional dan proposional, efektif dan efisien, diseluruh bidang kerja, khususnya dibidang administrasi pengelolaan berkas perkara. Pelatihan sebagaimana dihadapi sekarang ini antara lain bertujuan agar dapat diwujudkan suatu pola pikir (unified legal opinion) dan pola tindak yang sama (unified legal frame work) dalam melaksanakan tugas pokok peradilan, khususnya dalam pengelolaan perkara, khususnya dalam pelaksanaan minutasi serta administrasi kepegawaian.







BAB II
KERANGKA TEORITIS

1.      Pengertian Urgensi
            Urgensi diartikan sebagai hal yang mendesak atau sangat mendesak untuk melaksanakan sesuatu.

2.      Pengertian Adminstrasi
            Pengertian administrasi dapat dibedakan menjadi 2 pengertian yaitu :
1)      Administrasi dalam arti sempit. Menurut Soewarno Handayaningrat mengatakan “Administrasi secara sempit berasal dari kata Administratie (bahasa Belanda) yaitu meliputi kegiatan cata-mencatat, surat-menyurat, pembukuan ringan, keti-mengetik, agenda dan sebagainya yang bersifat teknis ketatausahaan”(1988:2). Dari definisi tersebut dapat disimpulkan administrasi dalam arti sempit merupakan kegiatan ketatausahaan yang mliputi kegiatan cata-mencatat, surat-menyurat, pembukuan dan pengarsipan surat serta hal-hal lainnya yang dimaksudkan untuk menyediakan informasi serta mempermudah memperoleh informasi kembali jika dibutuhkan.
2)      Administrasi dalam arti luas. Menurut The Liang Gie mengatakan “Administrasi secara luas adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dalam suatu kerjasama untuk mencapai tujuan tertentu”(1980:9). Administrasi secara luas dapat disimpulkan pada dasarnya semua mengandung unsur pokok yang sama yaitu adanya kegiatan tertentu, adanya manusia yang melakukan kerjasama serta mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya.
            Pendapat lain mengenai administrasi dikemukan oleh Sondang P. Siagian mengemukakan “Administrasi adalah keseluruhan proses kerjasama            antara 2 orang atau lebih yang didasarkan atas rasionalitas tertentu             untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya” (1994:3).           Berdasarkan uraian dan definisi tersebut maka dapat diambil kesimpulan        bahwa administrasi adalah seluruh kegiatan yang dilakukan melalui             kerjasama dalam suatu organisasi berdasarkan rencana yang telah    ditetapkan untuk mencapai tujuan.
Administrasi pada intinya dalam hal ini “suatu proses penyelenggaraan oleh seorang administrator secara teratur dan diatur guna melakukan perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan untuk mencapai tujuan pokok.

3.      Pengertian Perkara
Perkara dapat terjadi dari dua keadaan yaitu ada perselisihan dan tidak ada perselisihan. Ada perselisihan artinya ada sesuatu yang dipertengkarkan/ disengketakan. Dalam hal ini tugas hakim diberikan kewenangan mengadili dalam arti yang sebenarnya untuk memberikan suatu keputusan keadilan dalam suatu sengketa (Juridictio Contentiosa). Tidak ada perselisihan artinya tidak ada yang diperselisihkan, tidak ada yang disengketakan.

4.      Pengertian Pengadilan
Pengadilan adalah sebuah forum public resmi, dimana kekuasaan public ditetapkan oleh otoritas hukum untuk menyelesaikan perselisihan dan pencarian keadila  dalam hal sipil[1], buruh, administratif dan criminal dibawah hukum.

5.      Dasar Hukum Tugas Kepaniteraan
Tugas dan tanggung jawab kepaniteraan diatur dalam beberapa pasal perundang- undangan sebagai berikut:

1)      Undang-Undang No.4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakman pasal 17 (2), pasal 29 (4, 5 dan 6).
2)       Undang-Undang No. 7 Tahun 1989 pasal 26, pasal 84, pasal 96 s.d. pasal 101.
3)      Rbg. pasal 197 dan pasal 198/ HIR pasal 186.
4)      PP.No.9 Tahun 1975 pasal 26, 27 dan pasal 28.





BAB III
ANALISIS

1.      Pola Prosedur Penerimaan Perkara Pengadilan Agama
            Pada prinsipnya, prosedur penerimaan perkara di Pengadilan Agama           ditentukan dengan      model unit, yang disebut Meja Meja Satu, Meja   Dua, Meja Tiga yang masing-masing unit mempunyai tugas dan tanggung             jawab sendiri-sendiri tetapi berkaitan satu dengan yang lain. Pelaksanaan    tugas unit-unit ini dilakukan oleh Sub Kepaniteraan Perkara di bawah   pengamatan langsung Wakil Panitera. Meja Satu.
            Pada pokoknya Meja Satu ini bertugas untuk:
1)      menerima gugatan dan permohonan, termasuk permohonan banding, kasasi, PK, maupun eksekusi, dengan catatan bahwa permohonan verzet tegen verstek tidak didaftar sebagai perkara baru, tetapi derden verzet didaftar sebagai perkara baru.
2)      menaksir beaya yang dituangkan dalam SKUM.
3)      Menyerahkan surat gugat/permohonan, permohonan banding, kasasi, PK, maupun eksekusi, yang telah dilengkapi dengan SKUM kepada yang bersangkutan agar membayar biaya panjar perkara kepada pemegang Kas.
4)      Pemegang Kas (Kasir) adalah bagian dari meja pertama yang bertugas
a.        menerima dan membukukan uang panjar biaya perkara yang tercantum pada SKUM ke dalam jurnal keuangan yang bersangkutan (nomor jurnal sama dengan nomor perkara).
b.      mengeluarkan dan membukukan/mencatat uang biaya administrasi dan biaya proses perkara;
c.       seminggu sekali pemegang kas harus menyerahkan uang hak-hak kepaniteraan kepada bendahara penerima untuk disetorkan ke Kas Negara, yang dicatat pada kolom 13 KI-PA8. e. Pencatatan masuk keluarnya uang perkara dalam buku induk keuangan dilakukan oleh Panitera atau staf yang ditunjuk.
Meja Dua. Pada pokoknya Meja Dua ini bertugas untuk:
1)      Mendaftar perkara yang masuk ke dalam buku register induk perkara perdata sesuai dengan nomor perkara yang tercantum pada SKUM/surat gugatan/permohonan. Pendaftaran perkara baru dapat dilaksanakan setelah panjar biaya perkara lunas dibayar pada Pemegang Kas.
2)      Mengisi kolom- kolom buku register dengan tertib, rapi, teliti dan cermat, seperti misalnya tentang PHS, penundaan sidang, sebab penundaan sidang, amar putusan , PBT dsb.
3)      Menyerahkan berkas perkara yang diterima yang telah dilengkapi formulir Penetapan Majelis Hakim (PMH) kepada Wakil Panitera untuk diteruskan kepada Ketua Pengadilan Agama (KPA).
4)      Menyerahkan berkas perkara yang telah ditentukan majelis hakimnya kepada Ketua Majelis Hakim yang ditunjuk disertai formulir Penetapan Hari Sidang (PHS).

Meja Tiga, secara garis besar bertugas:
1)      Menyiapkan dan menyerahkan salinan putusan apabila ada permintaan dari para pihak.
2)      Menerima dan memberikan tanda terima atas: memori/lontramemori banding, memori/ kontra memori kasasi, jawaban/tanggapan atas alasan PK.
3)      Menyusun /menjahit/ mempersiapkan berkas (tugas pembundelan berkas)
4)      Mengatur giliran tugas jurusita/jurusita pengganti yang ditunjuk oleh Panitera.




Ø  Pola Register Perkara.
Pencatatan perkara yang diterima dilakukan dalam buku register perkara yang terdiri dari :
a. Register Induk Perkara Gugatan
b. Register Induk Perkara Permohonan
c. Register Permohonan Banding
d. Register Permohonan Kasasi
e. Register Permohonan Peninjauan Kembali (PK)
f. Register Surat Kuasa Khusus
g. Register Penyitaan Barang Tidak Bergerak
h. Register Penyitaan Barang Bergerak
i. Register Eksekusi.
j. Register Akta Cerai
k. Register Permohonan Pembagian Harta Peninggalan di Luar Sengketa.

Ø  Pola Keuangan Perkara Pembukuan keuangan perkara dilakukan dalam Buku Keuangan Perkara yang terdiri dari:
a. Jurnal Perkara Gugatan (KI-PA1/G)
b. Jurnal Perkara Permohonan (KI-PA1/P)
c. Jurnal Permohonan Banding (KI-PA2)
d. Jurnal Permohonan Kasasi (KI-PA3)
e. Jurnal Permohonan PK (KI-PA4)
f. Jurnal Permohonan Eksekusi (KI-PA5)
g. Buku Induk Keuangan Perkara (KI-PA6)
h. Buku Keuangan Biaya Eksekusi (KI-PA7)
i. Buku Penerimaan Uang HHK (KI- PA8)

Ø  Pola Pelaporan Perkara
Laporan tentang keadaan perkara, keuangan perkara, dan kegiatan Hakim, dituangkan dalam bentuk-bentuk laporan sebagai berikut:
a. LI- PA1 : Laporan Keadaan Perkara
b. LI- PA2 : Laporan Perkara yang dimohonkan banding
c. LI- PA3 : Laporan Perkara yang dimohonkan kasasi
d. LI- PA4 : Laporan Perkara yang dimohonkan peninjauankembali
e. LI- PA5 : Laporan Perkara yang dimohonkanm eksekusi
f. LI- PA6 : Laporan tentang kegiatan Hakim.
g. LI- PA7 : Laporan Keuangan Perkara
h. LI- PA8 : Laporan Jenis Perkara

Ø  Pola Kearsipan Perkara.
Dasar Hukum Kearsipan Perkara.
a. RBg pasal 711/ HIR pasal 383, yang menyatakan bahwa segala putusan harus selalu tersimpan pada arsip Pengadilan dan tidak boleh dipindahkan, terkecuali dalam keadaan dan dewngan cara yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan.
b. UU.No.7 Tahun1989 pasal 101, yang pada pokoknya menyatakan bahwa Panitera bertanggungjawab terhadap kearsipan perkara yang harus tersimpan di ruang kepaniteraan, serta tidak dapat dipindahkan kecuali atas izin KPA.
c. Keputusan Ketua Mahkamah Agung RI. No. KMA/004/II/1992, antara lain menyatakan bahwa kepaniteraan Pengadilan Agama mempunyai tugas memberikan pelayanan tehnis di bidang administrasi perkara dan administrasi peradilan lainnya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Tugas kearsipan ini berdasarkan pasal 6. 9, 12, 15, dan 21 UU. No.7 Tahun 1989 menjadi tanggung jawab Sub Kepaniteraan Hukum. Berkas Perkara Sebagai Arsip. Dilihat dari segi kearsipan, berkas perkara dikelompokkan kepada dua macam, yakni: berkas perkara yang masih berjalan dan arsip berkas perkara.
Berkas perkara yang masih berjalan adalah berkas perkara yang telah selesai diputus oleh Pengadilan Agama tetapi masih memerlukan penyelesaian administratif, misalnya karena dimohonkan banding, kasasi, peninjauan kembali (PK), atau dimohonkan.
eksekusi. Penyimpanan berkas perkara yang masih berjalan ini menjadi tanggung jawab Panitera Muda Permohonan atau Panitera Muda Gugatan. Arsip Berkas Perkara adalah berkas perkara yang telah mendapat penyelesaian secara tuntas, dalam arti telah BHT dan tidak dimohonkan eksekusi atau telah selesai dieksekusi. Penyimpanan arsip berkas perkara ini menjadi tanggungjawab Panitera Muda Hukum.

Ø  Prosedur Penerimaan Permohonan Banding Dan Kasasi
Karena fokus bahasan kita adalah minutasi dan penyelesaian berkas perkara banding dan kasasi, maka perlu dibahas lebih dahulu prosedur penerimaan perkara banding dan kasasi. Prosedur Penerimaan Permohonan Banding ditentukan antara lain sebagai berikut:
1)      Diajukan dalam tenggang waktu banding, yaitu: 14 hari setelah putusan diucapkan atau 14 hari setelah pemberitahuan isi putusan (PBT).
2)      Permohonan banding di luar tenggang waktu banding tetap dapat diterima, dan dicatat dengan membuat keterangan Panitera, bahwa permohonan banding telah lampau.
3)      Pernyataan banding baru dapat diterima jika panjar biaya sebagaimana tercantum dalam SKUM (ditentukan oleh Meja Satu) telah lunas dibayar. Biaya banding mencakup:
            - biaya pencatatan pernyataan banding
            - biaya banding yang ditentukan oleh KPTA
            - biaya pengiriman uang via bank/ kantor pos.
            - ongkos kirim berkas.
            - biaya pemberitahuan (PBT) yang mencakup biaya-biaya: pemberitahuan   akta banding, pemberitahuan memori banding, pemberiahuan kontra                       memori banding, biaya inzage bagi pembanding, biaya inzage bagi     terbanding, pemberitahuan isi putusan banding bagi pembanding,    pemberitahuan isi putusan banding bagi terbanding.
4)      Dalam tempo 7 (tujuh) hari, permohonan banding tersebut harus disampaikan kepada pihak lawan.
5)      Setelah biaya panjar lunas dibayar, maka Pengadilan wajib membuat akta pernyataan banding dan mencatat permohonan banding itu dalam Register Induk Perkara Gugatan/Permohonan dan Register Banding.
6)       Tanggal penerimaan memori dan kontra memori banding harus dicatat, dan salinannya harus diberikan kepada pihak lawan dengan relaas.
7)      Memberi kesempatan kepada masing-masing pihak untuk memeriksa/ mempe-lajari berkas perkara (inzage) yang dituangkan dalam suatu akta, sebelum berkas perkara tersebut dikirimkan ke PTA.
8)      Dalam tenggang waktu 30 hari sejak permohonan banding diajukan, berkas perkara yang terdiri dari Bundel A dan Bundel B harus sudah dikirimkan ke PTA.
9)      Biaya perkara banding untuk PTA harus dikirimkan melalui bank pemerintah atau Kantor Pos, dan tanda bukti pengirimannya harus dikirim bersamaan dengn pengiriman berkas perkara.

Ø  Prosedur Penerimaan Permohonan Kasasi ditentukan antara lain sebagai berikut:
1)      Diajukan dalam tenggang waktu kasasi, yaitu: 14 hari setelah putusan banding diucapkan atau 14 hari setelah pemberitahuan isi putusan banding (PBT).
2)      Pernyataan kasasi baru dapat diterima jika panjar biaya sebagaimana tercantum dalam SKUM (ditentukan oleh Meja Satu) telah lunas dibayar.
3)      Setelah biaya panjar lunas dibayar, maka Pengadilan pada hari itu juga wajib membuat akta pernyataan kasasi dan mencatat permohonan kasasi itu dalam Register Induk Perkara Gugatan/Permohonan dan Register Kasasi.
4)      Dalam tempo 7 (tujuh) hari, permohonan kasasi tersebut harus sudah disampaikan kepada pihak lawan.
5)      Memori kasasi, selambat-lambatnya dalam waktu 14 hari sesudah pernyataan kasasi, harus sudah diterima pada Kepaniteraan Pengadilan Agama.
6)      Panitera wajib memberikan tanda terima atas penerimaan memori kasasi, dan dalam waktu selambat-lambatnya 30 hari , salinan memori kasasi tersebut disampaikan kepada pihak lawan.
7)      Selambat-lambatnya 14 hari setelah penyampaian memori kasasi, jawaban/ kontra memori harus sudah diterima pada Kepaniteraan Pengadilan Agama, untuk selanjutnya disampaikan kepada pihak lawan (pemohon kasasi)
8)      Dalam tenggang waktu 30 hari sejak permohonan kasasi diajukan, berkas perkara kasasi yang terdiri dari Bundel A dan Bundel B harus sudah dikirimkan ke Mahkamah Agung.
9)      Biaya perkara kasasi untuk Mahkamah Agung harus dikirimkan melalui BRI Cabang Veteran, Jl. Veteran Raya No.8, Jakarta Pusat dengn No. 31.46.0370.0 dan tanda bukti pengirimannya harus dilampirkan dalam berkas perkara tersebut.
10)  Fotocopy relaas pemberitahuan putusan Mahkamah Agung supaya dikirim ke Mahkamah Agung.

Ø  Pengelolaan Berkas Perkara

Pasal 101 UU.No.7 Tahun 1989 berbunyi:
(1) Panitera bertanggungjawab atas pengurusan berkas perkara,penetapan ata putusan, dokumen, akta, buku daftar, biaya perkara, uang titipan pihak ke tiga, surat-surat berharga, barang bukti, dan surat-surat lain yang disimpan di Kepaniteraan.
(2) Semua daftar, catatan risalah, berita acara, serta berkas perkara tidak boleh di bawa keluar dari dari ruangan Kepaniteraan , kecuali atas izin Ketua Pengadilan berdasarkan ketentuan undang-undang.
(3) Tatacara pengeluaran surat asli, salinanatau turunan penetapan atau putusan, risalah, berita acara, akta, dan surat-surat lain di atur oleh Mahkamah Agung.


Ø  Minutasi Berkas Perkara

Pengertian. Kata „minutasi berasal dari kata „minuut (bahasa Belanda) yang berarti: surat asal, surat asli.(Salma, 1986, Kamus Umum Lengkap Bahasa Belanda- Indonesia, Indonesia Belanda; hal. 70). Yang dimaksud dalam hal ini adalah semua surat-surat asli yang diterima atau dibuat oleh Pengadilan selama proses penyelesaian perkara, seperti surat penetapan majelis hakim, penetapan hari sidang, surat-surat panggilan, putusan-putusan pengadilan yang akan menjadi arsip perkara danharus disimpan di pengadilan. Dengan demikian „minutasi berarti proses penyusunan berkas perkara sejak awal penyelesaian perkara sampai dapat dijadikan sebagai arsip perkara. Cara Minutasi Perkara. Minutasi sebaiknya dilakukan secara berangsur-angsur sejak awal persidangan perkara, dengan cara urut peristiwa, bukan menurut kelompok.

Tehnis Pembuatan Berita Acara Persidangan. Berita Acara Persidangan (BAP) secara tehnis terdiri dari tiga bagian: pendahuluan, isi dan penutup. Bagian pendahuluan berisi:
1)      Judul (Berita Acara Persidangan), nomor perkara dan sidang keberapa.
2)      nama pengadilan yang menyidangkan, jenis perkara, hari dan tanggal persidangan dan tempat sidang.
3)      Nama dan identitas pihak-pihak. Jika pihak meteriel di wakili kuasa hukumnya, maka disebut dahulu pihak materielnya baru kuasa hukumnya.
4)      Susunan majelis dan panitera sidang. 

Ø  Tehnik Pengetikan BAP.
1)      BAP sebagai akta otentik haruslah dibuat sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang ada.
2)      BAP diketik diatas kertas folio jenis HVS berat 60 mg/ 70 mg dengan menggunakan huruf jenis pica (ukuran 10 point per inchi) atau jenis elite (ukuran 12 point per inchi).
3)      Diketik dengan lebar margin kiri kurang lebih 5 cm, lebar margin kanan kurang lebh 1 cm atau 2 cm, dengan spasi satu setengah atau dua .
4)      Disusun dalam bentuk Tanya jawab dengan model iris talas atau balok, dengan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan efektif.
5)      Tidak diperbolehkan menggunakan tipp ex atau sejenisnya. Kesalahan harus dicoret dan diketik ulang atau direnvoi.
6)      Tiap halaman diberi nomor urut ditengah-tengah bagian atas kecuali halaman pertama

Ø  Tehnik Pengetikan Putusan.
1)      Diketik di atas kertas folio jenis HVS berat 60 atau 70 mg, dengan lebar margin kanan kurang lebih 5 cm dan lebar margin kiri 1 atau 2 cm. Tidak boleh menggunakan kertas buram.
2)      Tiap halaman berisi tidak boleh lebih dari 30 baris, dengan ketentuan margin atas dan margin bawah sama lebar.
3)      Tiap halaman diberi nomor urut ditengah-tengah bagian atas kecuali halaman pertama.

2.     Urgensi Perkara di Pengadilan
Hak untuk diadili oleh suatu pengadilan yang kompeten, independen dan imparsial merupakan batu penjuru dasar institusi suatu pengadilan yang adil. Hak ini diakui di dalam banyak instrumen internasional, lebih- lebih Artikel 14(1) dari International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR).[2] Sistem pengadilan transisi di Timor Lorosa’e tentu saja didirikan di atas dasar tersebut, paling tidak dari segi hukum. Standar internasional dan regional yang berkaitan dengan independensi badan kehakiman menjembatani hak luas dan mendasar ini dengan penerapan praktis dalam suatu sistem peradilan, yang mendesak bahwa “organisasi dan administrasi kehakiman di setiap negara seharusnya diilhami oleh prinsip-prinsip tersebut, dan upaya-upaya perlu dilakukan untuk menterjemahkan prinsip-prinsip tersebut secara lengkap dalam kenyataan.”[3] Sama halnya dengan organisasi atau institusi apapun, administrasi sistem pengadilan yang pantas sangat penting bagi segala aspek kerja pengadilan. Model-model administrasi pengadilan berbeda dari satu negara dengan negara lain. Demikian juga halnya dengan sistem
            pengadilan; tetapi, tanggung-jawab administrasi pengadilan harus tetap       dilihat sebagai bagian dari sistem peradilan itu sendiri.[4]Tangggung-jawab         ini bisa saja dapat meliputi misalnya, supervisi dan kontrol atas personil                         administrasi, persiapan anggaran pengadilan dan perawatan gedung-           gedung pengadilan. Ini merupakan corak penting dari suatu kehakiman         yang independen, dan yang sering digambarkan sebagai aspek             independensi yudisial “kolektif” atau “institusional”. Sementara kepala       pegawai yudisial sering mempunyai tanggung-jawab terakhir, yang sering     disebut dengan Register, yang mengurus Registrasi, yang merupakan inti            administrasi suatu pengadilan. Walaupun sebagian besar dari tugas administrasi yang secara terang-terangan dilaksanakan oleh kantor      Registrasi, seperti pengaturan arsip-arsip kasus, publikasi keputusan             pengadilan, dan mengurus dengarpendapat, administrasi pengadilan juga    meliputi kegiatan yang cakupannya lebih luas dari tugas-tugas ini.     Dukungan administrasi yang memadai bagi para hakim dan hubungan             dekat antara hakim dengan personil pengadilan yang lain sangat penting     jika urusan yang paling  penting dari para hakim di dalam menuntaskan          sengketa-sengketa sesuai dengan hukum tersebut bekerja secara efektif             dan adil. Selanjutnya, dalam menyelamatkan imparsialitas dan         independensi sistem pengadilan, suatu administrasi pengadilan kerap             berperan sebagai badan penengah antara hakim dengan pihak-pihak lain             yang berinteraksi dengan pengadilan, mulai dari pemerintah hingga para     pegawai penjara, media, publik dan pihak-pihak lain yang menggunakan        pengadilan.
            Untuk menyebutkan salah satu contoh, Registrasi dari Pengadilan   Kriminal Internasional bagi bekas Yoguslavia (selanjutnya, ITCY)         bertanggung-jawab atas “pekerjaan administrasi dan dukungan yudisial      bagi Pengadilan...[termasuk] terjemahan dan juru-bahasa berbagai sidang            pengadilan, mengawasi pusat penahanan, menyediakan bantuan hukum             kepada tersangka yang tidak mampu dan tetap menjalin hubungan dengan             negara-negara dan perwakilannya demikian juga halnya dengan       komunikasi-komunikasi resmi ke dan dari Pengadilan” .
            Aturan prosedur ITCY tersebut secara eksplisit menyatakan bahwa fungsi seorang Register ialah untuk mendukung para hakim di dalam        melaksanakan fungsinya dan bahwa “di bawah kewenangan Presiden,             Register harus bertanggung-jawab kepada administrasi dan pekerjaan          Pengadilan dan akan berfungsi sebagai saluran komunikasinya.” Dalam         upaya mengakui pentingnya administrasi pengadilan, Komisi HAM PBB    menghimbau pemerintah “untuk menyertakan administrasi pengadilan di    dalam rencana pembangunan nasional sebagai bagian integral dari proses    pembangunan”.
            Dalam banyak situasi,merupakan fakta administrasi pengadilan sebagai       tulang-punggung suatu sistem pengadilan yang sedang berfungsi dan           piranti dalam sistem pengadilan untuk memenuhi standar-standar             internasional mengenai HAM.

BAB IV
PENUTUP

1.      Kesimpulan
Dalam sebuah administrasi dalam sebuah penyelesaian pekara dipengadilan biasanya terdiri dari bagian-bagian petugas adminstrasi, berbentuk dalam dua atau lebih petugas administrasi, adanya kerjasama antara para petugas dan si penggungat atau pemohon, adanya usaha atau kegiatan yang akan diselesaikan, adanya bimbingan dari petugas administrasi pengadilann dalam penyelesaian perkara, serta adanya tujuan yang ingin antara pihak pengadilan dan pihak penggungat dan pemohon.

            Administrasi dalam suatu perkara di pengadilan amatlah sangat       diprioritaskan, karena administrasi dalam sebuah perkara dipengadilan   merupakan salah satu tahapan penting dalam suatu kegiatan yang berperan             penting dalam keteraturan  bagimana keigatan tersebut berjalan baik atau    mencapai tujuan yang dalam sebuah penyelesaian perkara dipengadilan.
2.      Kritik dan Saran
            Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini jauh dari     kesempurnaan, sehubungan dengan hal tersebut maka kami     mengharapakan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para            pembaca, guna kesempurnaan tugas kami.



[1] Warga sipil adalah seseorang yang bukan merupakan anggota militer.
[2] Lihat juga Artikel 10 dari Universal Declaration of Human Rights, Artikel 8 (1) dan 27 (2) dari American Convention
on Human Rights, Artikel XXVI dari American Declaration of the Rights and Duties of Man, Artikel 6 (1) dari
European Convention on Human Rights, Artikle 7 (1) dan 26 dari African Charter on Human and Peoples’ Rights, and
the Basic Principles on the Independence of the Judiciary

[3] Lihat misalnya pembukaan dari UN Basic Principles on Independence of the Judiciary (1985) dan Lawasia Beijing
Statement of Principles of the Independence of the Judiciary (1995);
[4] Lihat Shimon Shetreet, “The Challenge of Judicial Independence in the Twenty-First Century”, (2000) 8 Asia Pacific
Law Review 153.
Keadilan dalam Praktek: Hak Asasi Manusia di dalam Administrasi Pengadilan

1 komentar:

Latihan Berbuat Baik (Model Implementasi 4M)

  Sejatinya manusia terlahir dalam keadaan suci dan bersih tanpa noda, hal ini sejalan dengan hadits nabi Kullu Mauludin Yuladu ‘alal Fitroh...