
Tanggal 2 Mei 1889 merupakan hari kelahiran Raden Mas Soewardi Soeryaningrat dari keluarga di lingkungan kraton Yogyakarta.
Dizaman kolonial, Raden Mas Soewardi Soeryaningrat dikenal dengan nama Ki.Hajar
Dewantara yang aktif sebagai wartawan dibebarapa surat kabar, tulisan-tulisan
beliau banyak memuat kritik terhadap model pendidikan yang hanya dapat
dinikmati oleh keturunan Belanda dan orangkaya saja, walaupun endingnya
Ki.Hajar Dewantara diasingkan ke negeri Belanda.
Momentum di atas, dijadikan dasar
untuk menetapkan setiap tanggal 2 Mei sebagai "Hari Pendidikan
Nasional".
Kenyataannya sampai hari ini
perjuangan Ki.Hajar Dewantara belum selesai. Faktanya hari ini pendidikan di
Indonesia "Mahal" dan tentunya berimbas kepada tidak dapatnya
masyarakat yang belum sejahtera ikut serta mengenyam pendidikan yang lebih
tinggi karena faktor biaya yang tidak terpenuhi.
Pasal 31 Konstitusi Negara Indonesia
(UUD 1945 yang sudah diamandemen) masih mencantumkan kewajiban warga negara menempuh
pendidikan tingkat dasar dan pemerintah wajib membiayainya. Selanjutnya dalam
pasal 31 secara jelas mencantumkan alokasi anggaran biaya pendidikan
sekurang-kurangnya sebesar 20 % dari total jumlah APBN dan APBD dengan tujuan
untuk memenuhi penyelenggaran pendidikan nasional.
Tahukah anda, berapa total nilai APBN kita tahun 2016 ? jumlahnya adalah Rp
2.095,7 triliun sangat fantastis. Maka jika dialokasikan 20 % untuk biaya
pendidikan maka jumlahnya adalah 400 triliun lebih. Pertanyaan selanjutnya
adalah mengapa biaya pendidikan di Indonesia masih mahal ?
Padahal cita-cita luhur dari Negara Indonesia
yang tertuang dalam Pembukaan UUD 1945 adalah salah satunya “Mencerdaskan
Kehidupan Bangsa”, namun implementasinya masih menjadi persoalan sampai hari ini.
Barangkali, masyarakat perlu
kejelasan mengenai pengelolaan pendidikan yang sudah dianggarkan dalam APBN
maupun APBD yang juga menggunakan uang rakyat. Rasanya anggaran 400 triliun
lebih itu lebih dari cukup untuk mencerdaskan warga negara jika pengelolaannya
transparan dan akuntabel.
Kita sebagai masyarakat awam tidak akan
pernah paham akan hitung-hitungan, alokasi dan distribusi dana pendidikan sebesar itu, yang
kita pahami adalah dana pendidikan di Indonesia berdasarkan konstitusi adalah
20 % dari total APBN dan APBD, seharusnya cukup. Dan masyarakat tidak terbebani
lagi dengan biaya-biaya pendidikan. Mirisnya lagi adalah dengan sistem Uang
Kuliah Tunggal (UKT) yang diterapkan di Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia, yang
katanya bertujuan untuk subsidi silang yang mampu membantu yang tidak mampu. Jika
ini salah satu tujuannya maka dimana
peran Negara ?
Sepertinya, Pemerintah harus
mengkaji ulang sistem pendidikan di Indonesia jika ingin semua warga Negara menikmati
jenjang pendidikan bukan hanya tingkat dasar tetapi sampai kepada jenjang
pendidikan yang lebih tinggi. Bangsa ini akan maju jika dihuni oleh warga Negara
yang memiliki kecerdasan dan memiliki ilmu pengetahuan yang cukup yang
diperoleh melalui pendidikan formal.
Maka, pada peringatan Hari
Pendidikan Nasional tahun 2016 ini, kita harus sepakat mengatakan bahwa
perjuangan tokoh kharismatik yang memperjuangkan pendidikan “Ki.Hajar Dewantara”
belum selesai, karena masih banyak warga negara yang tidak dapat mengikuti
pendidikan terkendala biaya. Cita-cita muliamu agar pendidikan dinikmati semua warga negara masih harus diperjuangkan.
Namun wasiatmu “ing
ngarsa sung tulada, ing madya mangun karsa, tut wuri handayani” Di Depan,
Seorang Pendidik harus memberi Teladan atau Contoh Tindakan Yang Baik, Di
tengah atau di antara Murid, Guru harus menciptakan prakarsa dan ide, Dari belakang
Seorang Guru harus Memberikan dorongan dan Arahan, akan terus kami
implementasikan dalam kehiupan sehari-hari. (ahid, 2 Mei 2016).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar