Semarang, 1 Agustus
2016
Perjalanan hidup
manusia secara keseluruhan yang berkaitan dengan hubungannya kepada manusia
(muammalat) sangat sulit untuk ditebak. Saya coba membuktikannya dalam hal
pengabdian saya sebagai Pegawai Negeri Sipil yang saat ini disebut Aparatur
Sipil Negara.
Terhitung 1 Maret
1993 saya mulai mengabdi di Pengadilan Agama Kalianda dengan masa Tugas Belajar
selama 1 (satu) tahun di Bandung sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil, kemudian
berkarier di Pengadilan Agama tersebut sampai tahun 1999, Kemudian harus mutasi
ke Pengadilan Agama Tulang Bawang yang baru berdiri sampai tahun 2002,
perjalanan mutasi dilanjutkan ke Pengadilan Agama Tanjungkarang hingga 2006, lalu
mutasi lagi ke Pengadilan Tinggi Agama Provinsi Lampung sampai tahun 2013.
Awalnya saya berfikir inilah puncak pengabdian saya di Provinsi Lampung, tapi
tanggal 18 April 2013 ternyata saya harus hijrah ke Provinsi Jawa Tengah, dan
tidak pernah terfikir oleh saya pada akhir Juli 2016 ini dapat kabar harus
kembali lagi ke Provinsi Lampung (saat saya menulis menunggu panggilan
pelantikan di Provinsi Lampung,).
Dari perjalanan
karier tersebut banyak pengalaman yang berharga untuk diri saya, dan saya akan
coba mencatat hal-hal penting sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT
yang maha kuasa penentu akhir dari perjalanan hidup. Catatan ini saya buat
tidak bermaksud untuk menggurui tapi lebih untuk mengingatkan perjalanan hidup
saya. Bertugas dan berkarier yang paling nyaman itu di kampung halaman sendiri.
Semua pasti setuju karena selain bisa fokus juga yang paling penting setiap
saat bertemu dengan keluarga. Tetapi dari perjalanan yang saya lalui, ternyata
saya harus berkali-kali pindah dan menghadapi berbagai konsekwensi, yang paling
terasa saat saya harus pindah ke Jawa Tengah yang tidak pernah saya bayangkan
sebelumnya, jauh dari kampung halaman dan
jauh dari keluarga. Dan sampai hari ini saya pun belum sempat bertugas
di kampung kelahiran saya sendiri di Kotabumi.
Beberapa catatan
yang akan saya ungkapkan adalah :
1. Ternyata pengabdian kita sebagai Pegawai Negeri adalah pilihan yang
sudah kita ambil dan konsekwensinya adalah harus berpindah-pindah, suka tidak
suka, mau tidak mau harus kita jalani dengan penuh tanggungjawab. Kalau boleh
milih ya pilihan tetap dalam zona nyaman bekerja di kampung halaman sendiri.
2. Ternyata, hikmah berpindah-pindah yang saya rasakan adalah semakin
bertambahnya pengalaman dan bertambahnya teman dan bertambahnya saudara.
3. Ternyata, jika amanah yang diberikan kepada kita dilaksanakan dengan
ikhlas, maka dimanapun ditugaskan dapat dilalui dengan baik.
4. Ternyata, dimanapun kita ditempatkan berkaitan dengan pekerjaan yang
dilaksanakan ide, gagasan, program yang dibuat “ada yang suka dan pasti ada
yang tidak suka” dan itu sangat wajar. Tetapi menurut saya, apabila kita
dominan mempertimbangkan suka atau tidak suka, maka itulah yang membuat ketidaknyamanan. Yang
saya lakukan adalah berbuat…berbuat dan berbuat untuk kebaikan.
Khusus kepada
keluarga besar Peradilan Agama se-Jawa Tengah, saya pribadi dan keluarga
mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas kerjasama yang sudah terjalin.
Rasanya 1200 hari lebih saya barada di
Provinsi Jawa Tengah, belum dapat berbuat banyak dan mungkin ucapan bahkan
perbuatan saya ada kehilafan dari lubuk hati yang paling dalam saya dan
keluarga mohon maaf yang sebesar-besarnya. Pesan saya, jika ada program-program
yang sudah berjalan bahkan dalam tahap perencanaan yang dianggap baik, kalau
berkenan dan memungkinkan untuk dapat dilanjutkan, sebaliknya jika ada
kekurangan terus diperbaiki. Semoga kita
semua selalu diberi kekuatan dan kesehatan sehingga dapat terus melaksanakan
pengabdian di lembaga yang kita cintai dalam upaya kita terus mendorong terwujudnya
Lembaga Peradilan yang Agung. Insya Allah dimanapun dan dalam posisi apapun
kita ditempatkan sepanjang niat ibadah, maka hasilnya adalah baik. Bagaimana selanjutnya, apakah saya harus
hijrah lagi,Wallahu ‘Alam Bishowab.(ahid)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar